Pekon Banyu Urip

Kec. Banyumas
Kab. Pringsewu - Lampung

Info
"Ramadhan adalah bulan kesempatan untuk membersihkan hati dan memperbaiki diri." "Puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga menahan diri dari segala perbuatan yang merugikan." "Di bulan Ramadhan, jangan hanya fokus pada peningkatan ibadah, tapi juga perbaiki hubungan dengan sesama." "Puasa mengajarkan kita kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi cobaan kehidupan." "Bersedekah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang berlipat ganda, jangan sia-siakan kesempatan ini." "Jangan hanya fokus pada menyelesaikan ibadah di bulan Ramadhan, tapi jadikan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri secara keseluruhan." "Bulan Ramadhan adalah saatnya merenung dan introspeksi diri, untuk menemukan kedekatan dengan Allah SWT." "Di bulan Ramadhan, jangan hanya berpuasa dari makanan dan minuman, tapi juga dari segala bentuk perilaku buruk." "Ramadhan mengajarkan kita untuk lebih menghargai waktu, karena setiap detiknya sangat berharga." "Puasa Ramadhan adalah bukti cinta dan kesetiaan kita kepada Allah SWT, karena melakukannya dengan ikhlas dan penuh taqwa."

Artikel

PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19 DI INDONESIA HAK ATAU KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Dika Dwi Astono

15 September 2022

100 Kali dibuka

        Wabah Corona Virus Disease 2019 atau disebut sebagai Covid−19 yang melanda dunia pada tahun 2020 menimbulkan kedaruratan di berbagai negara, salah satunya adalah Indonesia. Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid−19), menetapkan status kedaruratan kesehatan, yang juga diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID− 19) dan atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid−19).

      Pandemi Covid−19 yang melanda seluruh negara di dunia mengubah tatanan kehidupan manusia. Umat manusia dipaksa untuk beradaptasi dengan kebiasaanbaru. Di Indonesia, kebiasaan-kebiasaan baru tersebut tercermin di antaranya dengan adanya ’Pesan Ibu’ yang berisikan kewajiban 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun) bagi masyarakat serta 3T (testing, tracing, treatment) bagi Pemerintah. Pada perkembangan penanganan Covid−19 diberbagaidunia, terdapat sejumlah penelitian dalam rangka pembuatan vaksin maupun obat untuk mengatasi Covid−19. Khusus berkaitan dengan vaksin, terdapat sejumlah merek vaksin untuk Covid−19 yang telah dibuat. Indonesia menggunakan sejumlah merek vaksin dalam rangka penanganan Covid−19 di Indonesia. Rinciannya adalah 3 juta dosis yang sudah tiba di Tanah Air (per 6 Januari 2021) ditambah 122,5 juta dosis lagi dari Sinovac, kemudian dari Novavax sebanyak itu 50 juta dosis, dari COVAXƒGavi sejumlah 54 juta dosis, dari AstraZeneca 50 juta dosis dan dari Pfizer sejumlah 50 juta dosis vaksin. Total vaksin yang dipesan adalah 329,5 Juta Dosis Vaksin Covid−19.

         Pemerintah melalui Menteri Kesehatan menyatakan bahwa telah mendistribusikan 1,2 juta dosis vaksin Covid−19 ke 34 (tiga puluh empat) provinsi di seluruh Indonesia per 7 Januari 2021. Sedangkan pelaksanaan vaksinasi direncanakan akan dilakukan pada minggu kedua Januari 2021, setelah dikeluarkannya izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).

     Di tingkat masyarakat, terjadi pro dan kontra terkait pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Sejumlah pihak mempertanyakan apakah vaksinasi untuk masyarakat merupakan hak ataukah kewajiban. Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa vaksinasi Covid−19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat. Namun sejumlah aktivis pada bidang Hak Asasi Manusia tegas menyatakan bahwa menolak vaksin adalah hak asasi rakyat. Selain itu masyarakat juga mempertanyakan efikasi dan efektivitas dari vaksin Covid−19 tersebut dengan dalih seperti tidak efektif, isu konspirasi, menimbulkan efek samping termasuk aspek kehalalannya (walaupun berkaitan dengan aspek kehalalannya telah dinyatakan suci dan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

         Bahkan terdapat daerah yang menyatakan bahwa masyarakat yang menolak vaksin Covid−19 akan dikenakan denda. Sebagai contoh di DKI Jakarta, yang mana pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid−19 DKI Jakarta yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan atau vaksinasi Covid−19 dapat dipidana dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000. Akibatnya, sejumlah pihak yang kontra menyatakan bahwa pasal pada Perda tersebut bertentangan dengan Undang−Undang maupun hak atas kesehatan yang tertuang dalam Undang−Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pihak yang pro menyatakan pasal tersebut secara khusus maupun adanya pelaksanaan vaksinasi di Indonesia secara umum adalah bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari wabah Covid−19.

         Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam artikel ini akan dibahas mengenai: apakah vaksinasi Covid−19 merupakan hak ataukah kewajiban bagi masyarakat, serta bagaimana pemidanaan terhadap penolak vaksin Covid−19 ditinjau dari norma hukum di Indonesia.

  1. Vaksinasi Covid-19 sebagai Hak atau Kewajiban bagi Masyarakat

Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia telah diakui dan diatur dalam berbagai instrumen internasional. Jaminan pengakuan hak atas kesehatan tersebut secara eksplisit dapat dilihat dari beberapa instrumen internasional, diantaranya:

  1. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), yang menyatakan bahwa ”Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well− being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control”;
  2. Pasal 6 dan 7 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR);
  3. Pasal 12 International Covenant on Economic, Social and Cultural Right (ICESCR);
  4. Pasal 5 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD);
  5. Pasal 11, 12 dan 14 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (Women’s Convention);
  6. Pasal 1 Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Torture Convention, or CAT);
  7. Pasal 24 Convention on the Rights of the

Child (Children’s Convention, or CRC).

Indonesia merupakan negara yang memberikan           pelindungan    secara konstitusional terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Pelindungan terhadap HAM tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan pelindungan terhadap hak−hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak−hak dan kewajiban−kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak−hak asasi kemanusiaan itu. Karena itu, adanya pelindungan dan penghormatan terhadap hak−hak asasi manusia merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap negara yang disebut sebagai negara hukum. Jika dalam suatu negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka negara yang bersangkutan  tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya.

Berkaitan dengan pelindungan konstitusional terhadap hak atas kesehatan mental tercermin dalam Pasal 28H ayat (1) Undang−Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa  ”Setiap  orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh  pelayanan kesehatan”.

Bahkan, lebih lanjut disebutkan juga mengenai kewajiban negara terkait hal tersebut dalam Pasal 34 ayat (3) yang menyatakan bahwa ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Hal ini menunjukkan bahwa hak atas kesehatan termasuk di dalamnya kesehatan mental dilindungi secara konstitusional.

Berkaitan dengan penanganan pandemi Covid−19 di Indonesia, Pemerintah telah mengambil langkah−langkah dalam rangka melindungi kesehatan warga negara. Mulai dari menetapkan status darurat kesehatan melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid−19), melaksanakan kewajiban Pemerintah dalam rangka melaksanakan 3T (testing, tracing, treatment), membangun rumah sakit darurat bahkan hingga melakukan pembatasan pada berbagai wilayah sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid−19).

Salah satu upaya lain yang tengah dilakukan Pemerintah dalam rangka melindungi kesehatan warga negara Indonesia adalah pelaksanaan vaksinasi yang telah dimulai pada tanggal 13 Januari 2021 dengan penerima vaksin pertama adalah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Di tingkat masyarakat, terjadi pro dan kontra terkait pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Salah satu isu hukum berkaitan dengan vaksinasi ini adalah apakah vaksinasi untuk masyarakat merupakan hak ataukah kewajiban. Sebagaimana yang disebutkan pada bagian pendahuluan bahwa sejumlah aktivis tegas menyatakan bahwa menolak vaksin adalah hak asasi rakyat. Mereka menggunakan dasar hukum Pasal 5 ayat (3) Undang−Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan  bagi dirinya.”

Sekilas, alasan hukum tersebut dapat menjadi legitimasi terhadap penolakan vaksin Covid−19 berdasarkan hukum di Indonesia. Namun bila dikaji berdasarkan kondisi bernegara Indonesia di masa pandemi Covid−19, pelaksanaan vaksinasi dapat menjadi suatu hal yang bersifat wajib. Terdapat sejumlah alasan terkait dengan hal tersebut, yaitu:

1. Bila dikaji, Pasal 5 ayat (3) Undang−Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memang memberikan hak untuk setiap orang dalam hal menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi Namun bila dilihat dalam konteks penanganan wabah, khususnya di masa  pandemi  Covid−19, terdapat

2. (dua) undang−undang lain untuk menentukan apakah vaksinasi adalah hak atau kewajiban. Pertama adalah Pasal 14 ayat (1) Undang−Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang menyatakan bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang−Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama−lamanya

2. Penolak Vaksin: Diberikan Sanksi Pidana atau Tidak

Pada penjelasan di sub pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa vaksinasi adalah salah satu upaya untuk menuju situasi kenormalan kembali seperti sebelum adanya pandemi. Selain itu, obat untuk penyakit Covid−19 hingga saat ini belum ada sehingga vaksinasi dilaksanakan untuk membentuk herd immunity. Selanjutnya, timbul pertanyaan, apakah terdapat sanksi pidana terkait sekelompok masyarakat yang menolak vaksin?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka harus terlebih dahulu dijelaskan mengenai Hukum Pidana kaitannya dengan Hukum Administrasi (mengingat peraturan perundang−undangan terkait penanganan Covid−19 di Indonesia adalah salah satu wujud hukum administrasi).

Ridwan HR secara singkat menyebutkan bahwa Hukum Administrasi adalah kaitannya dengan hukum untuk mengatur pemerintah atau penyelenggaraan pemerintahan. Jum Anggriani menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah segala aturan hukum yang berisikan peraturan yang menjadi pedoman dari aparatur negara dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemerintah. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, administrative law adalah That branch of public law which deals with the various organs of the sovereign power considered as in motion, and prescribes in detail the manner of their activity, being concerned with such topics as the collection of the revenue, the regulation of the military and naval forces, citizenship and naturalization, sanitary measures, poor laws, coinage, police, the public safety and morals, etc.

Hukum Pidana kaitannya dengan Hukum Administrasi adalah dalam rangka menegakkan Hukum Administrasi itu sendiri. Bila dihubungkan lebih jauh kaitannya bernegara, maka adanya Hukum Pidana Administrasi tersebut adalah dalam rangka untuk melindungi masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, Soedarto berpendapat sebagai berikut:

”....untuk terwujudnya masyarakat adil dan makmur (social welfare policy) sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang−Undang Dasar 1945 diperlukan adanya suatu kebijakan pelindungan terhadap masyarakat (social defence policy). Untuk itu perlu adanya kebijakan pengaturan (regulative policy) seluruh aktivitas kehidupan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan persoalan−persoalan yang menyangkut tugas negara untuk mensejahterakan masyarakat berdasarkan ketentuan hukum administrasi negara. Agar seluruh ketentuan administrasi negara dapat berlaku secara efektif maka dikembangkan suatu kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) dengan melakukan fungsionalisasi aspek hukum pidana dalam  peraturan−peraturan  yang  bersifat administrasi sehingga memunculkan hukum pidana administrasi (administrative penal law). ”

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa vaksinasi dalam rangka penanganan Covid−19 adalah suatu hak sekaligus kewajiban dari warga negara. Memang, terdapat hak seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan baginya. Namun bila dilihat pada konteks virus Covid−19 yang berskala pandemi, serta merujuk pada poin kedua bahwa seseorang yang tidak divaksin justru dapat berpotensi menjadi virus carrier bagi orang lain, maka hak tersebut dapat dikurangi dalam rangka untuk mencapai tujuan negara yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (dalam hal ini, melindungi dari virus Covid−19), dan juga termasuk melindungi hak asasi seseorang itu sendiri dalam rangka memperoleh hak untuk hidup secara sehat. Oleh sebab itu, vaksinasi yang pada mulanya adalah suatu hak bagi seseorang dapat berubah menjadi suatu kewajiban mengingat negara dalam keadaan darurat dan selanjutnya adalah berkaitan dengan kewajiban asasi manusia untuk menghargai hak asasi orang lain, dalam hal ini adalah hak atas kesehatan orang lain. Adapun terkait sanksi pidana dalam pemberlakuan kewajiban vaksinasi, seyogianya tetap menjadi suatu sarana terakhir (ultimum remedium) apabila pranata−pranata lainnya tidak berfungsi. Namun, melihat situasi kondisi di Indonesia semakin memburuk akibat Covid−19, sehingga dimungkinkan untuk menyelematkan Indonesia beserta segenap unsurnya dari kondisi yang kian memburuk tersebut, dengan penerapan sanksi pidana dapat diberlakukan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anggriani, Jum., Hukum Administrasi Negara,

(Jakarta: Graha Ilmu , 2012).

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).

Atmadja, I Dewa Gede. Hukum Konstitusi, Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945,(Malang: Setara Press, 2010).

Budiardjo, Miriam., Dasar−Dasar Ilmu Politik,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1991).

Campbell, Henry Black., Black’s Law Dictionary, St. Paul Minn : 4th Edition, West Publishing CO, 1968).

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Peradaban, 2017).

Heywood, Andrew. Politic, (London: Fourth Edition, Palgrave Macmillan, 2013).

HR, Ridwan., Hukum Administrasi Negara,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016).

Hutchinson, Terry C. Developing legal research skills : expanding the paradigm, (Melbourne : Melbourne University Law Review, 2008).

Komite Penanganan Covid−19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Paket Advokasi, Vaksinasi Covid−19, Lindungi Diri, Lindungi Negeri, (Jakarta: KPCPEN , Januari 2021).

Kusnardi, Moh. dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000). Mahfud MD, Moh., Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).

 

Mahfud MD, Moh., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: LP3ES, 2006).

Maroni, Pengantar Hukum Pidana Administrasi, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja, 2015).

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenadanamedia Group, 2017).

 

Jurnal:

Afandi, Dedi., ”Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM,” Jurnal Ilmu Kedokteran, , Jilid 2 Nomor 1. ISSN 1978−662X, (Maret 2008).

Handayani, Rina Tri. et.al. ”Pandemi Covid−19, Respon Imun Tubuh, Dan Herd Immunity,” Jurnal Ilmiah Permas, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Volume 10 No.3 (2020).

Rahmatini, ”Evaluasi Khasiat Dan Keamanan Obat (Uji Klinik),” Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. (2010).

Rahmawati, Nur Ainiyah. ”Hukum Pidana Indonesia: Ultimum Remedium Atau Primum Remedium,” Jurnal Recidive Vol. 2 No. 1 (Januari − April 2013).

Santoso, Bagus Teguh., Pemberian Grasi Oleh Presiden Bagi Terpidana Antasari Azhar, Mimbar Yustisia, Vol.1 No.1 (Juni 2017).

 

Website:

Badan Pengawas Obat dan Makanan, ”Penerbitan Persetujuan Penggunaan Dalam Kondisi Darurat Atau Emergency Use Authorization (EUA) Pertama Untuk Vaksin Covid−19,” Siaran Pers BPOM 11 Januari 2021, dikutip dari laman resmi BPOM https:ƒƒwww.pom. go.idƒnewƒviewƒmoreƒpersƒ584ƒPenerbitan− Persetujuan−Penggunaan−Dalam−Kondisi− Darurat−Atau−Emergency−Use−Authorization−

−EUA−−Pertama−Untuk−Vaksin−Covid−19.html, (diakses pada 5 Februari 2021).

Kompas TV, ”Wamenkumham Luruskan Berita ”Warga Tidak Mau Divaksin Bisa Masuk Penjara,” dikutip dari laman Kompas TV https: ƒƒwww. kompas.tvƒarticleƒ137625ƒ wamenkumham−luruskan−berita−warga−tidak− mau−divaksin−bisa−masuk−penjara?page=all (diakses pada 17 Februari 2021).

Law Justice, ”Natalius Pigai: Menolak Vaksin adalah Hak Asasi Rakyat!”, 2021, Dikutip dari laman

Kirim Komentar

Nama
Telp./HP
E-mail

Komentar

Captha

Komentar Facebook

Aparatur Desa

Kepala Desa

EDI SUNARYO

SEKRETARIS PEKON

YADISNO, A.Ma.T

Kaur Perencanaan

MUHAMMAD DAVID RINALDI

KAUR KEUANGAN

ARIANTO

Kasi Pemerintahan

JUMALI

Kasi Pelayanan

TITIS WIGATI

Kasi Kesra

RUDI HARTONO

Kaur Umum

PIPIT RAPI KUSMALA

Kepala Dusun 1

WAHYU WIDIANTORO

Kepala Dusun 3

PAWIT SARJONO

Kepala Dusun 2

IMAM SYAFI,I

STAFF

AALIN

Layanan Mandiri
Layanan Mandiri
Layanan Mandiri
Layanan Mandiri

Pekon Banyu Urip

Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu, Lampung

Jam Kerja

Hari Mulai Selesai
Senin 08:00:00 15:00:00
Selasa 08:00:00 15:00:00
Rabu 08:00:00 16:00:00
Kamis 08:00:00 16:00:00
Jumat 08:00:00 16:00:00
Sabtu Libur
Minggu Libur

Komentar

Media Sosial

Statistik Pengunjung

Hari ini:96
Kemarin:87
Total:66.340
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:52.15.210.126
Browser:Mozilla 5.0

Transparansi Anggaran

APBDes 2022 Pelaksanaan

Belanja

AnggaranRealisasi
Rp 30.000.000,00Rp 20.000.000,00

Pembiayaan

AnggaranRealisasi
Rp 15.000.000,00Rp 15.000.000,00

APBDes 2022 Pendapatan

APBDes 2022 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 15.000.000,00Rp 10.000.000,00

Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 15.000.000,00Rp 10.000.000,00

Lokasi Kantor Pekon

Latitude:-5.287545552274799
Longitude:104.91788864135744

Pekon Banyu Urip, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu - Lampung

Buka Peta

Wilayah Pekon